Rabu, 01 Mei 2013

contoh penyimpangan pancasila


Pada saat ini,Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah semakin tergeser dari fungsi dan kedudukannya dalam era demokrasi ini. Paham ini sebelumnya sudah dianut oleh Amerika yang notabene adalah sebuah Negara adidaya dan bukan lagi termasuk negara berkembang, pun di Amerika sendiri yang sudah berabad- abad menganut demokrasi masih dalam proses demokratisasi.
Artinya sistem demokrasi Amerika serikat sedang dalam proses dan masih memakan waktu yang cukup lama untuk menjadi Negara yang benar- benar demokratis. Namun jika dibandingkan Indonesia, demokratisasi di Amerika sudah lebih menghasilkan banyak kemajuan bagi negaranya.
Sebuah sila dari Pancasila yang hampir tidak diterapkan lagi dalam demokratisasi di Indonesia adalah sila ke-4 yang berbunyi ” Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/dalam permusyawaratan perwakilan”. Hal ini terlihat jelas pada pelaksaan pemilu yang berbeda jauh dari pelaksanaan pemilu pada saat Orde Baru. Pemilu saat ini, baik pemilihan Caleg,Bupati,Gubernur,bahkan sampai tingkatan Presiden semua warga negara Indonesia diberi hak sepenuhanya untuk ikut memilih. Padahal dalam sila ke-4 Pancasila jelas- jelas disebutkan bahwa Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Artinya yaitu :
  1. Kerakyatan disini adalah rakyat Indonesia itu sendiri,
  2. Hikmat kebijaksanaan adalah sebuah lembaga perwakilan kerakyatan (dalam hal ini DPD,DPRD, DPR) yang mempunyai kewenangan dan kebijaksanaan,dan berperan sebagai wakil rakyat pada saat pemilu bupati,gubernur dan presiden.
  3. sedangkan permusyawaratan perwakilan adalah sebuah musyawarah (dalam hal ini adalah pemilihan caleg,bupati,hingga presiden) yang hendaknya dalam proses itu rakyat diwakilkan oleh lembaga yang lebih mempunyai kebijaksanaan (DPRD,DPDatauDPR).
Namun, dalam kenyataannya,pelaksanaan pemilu (permusyawaratan perwakilan) dalam pelaksaan demokrasi di Indonesia ini, semua rakyat ikut serta dalam pemilihan tersebut. Hal ini ada baiknya, ada buruknya pula. Baiknya yaitu kita bisa belajar menghargai pendapat orang lain. Namun buruknya adalah yang menjadi pemenang bukan dilihat dari kualitas, tetapi menang karena kuantitas.
Hal ini disebabkan karena pemilih kebanyakan adalah rakyat biasa, dan jika dilihat dari rata- rata pendidikan di Indonesia yang mencapai pendidikan tingkat menengah saja kurang dari 30% dari total seluruh penduduk Indonesia, dan mereka yang ikut memilih belum tentu mengerti dan paham kinerja dan prestasi calon yang akan ditarungkan pada pemilu tersebut.
Karena hal inilah mengapa dalam Pancasila (sila ke-4) sudah diatur bahwa yang berhak memilih hanyalah wakil- wakil rakyat yang mempunyai kebijakan (DPD,DPRD,DPR), pendidikan dan pemahaman tentang calon- calon yang akan dipilih yang lebih tinggi dan luas dari kebanyakan rakyat di Indonesia,para wakil-wakil rakyat tentunya akan memilih calon berdasarkan kualitas dan berusaha memilih yang terbaik untuk rakyatnya.
Bayangkan jika misal lebih dari 80% penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah dan belum paham betul siapa dan bagaimana karakteristik calon yang akan dipilih, mereka semua diberi hak untuk memilih, tentu saja mereka tidak akan memilih berdasarkan kualitas,mereka akan memilih karena ajakan teman atau tetangga, memilih calon yang telah mengadakan kampanye di daerahnya dan membagi- bagikan banyak uang agar dipilih. Hal ini sangat menyedihkan karena bisa saja jika sudah terpilih nanti,calon tadi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, malah bisa saja melakukan korupsi dan kejelekan- kejelekan lain yang bisa menjatuhkan namanya atau bahkan institusinya bahkan partai yang mengusungnya.
Memang dalam pemilihan caleg DPD,DPRD, dan DPR rakyat harus ikut memilih tetapi dalam pemilihan bupati,gubernur dan presiden,yang berhak memilih hanyalah wakil-wakil rakyat saja(sesuai dengan sila ke-4). Namun dalam pelaksanaannya, baik memilih bupati,gubernur, maupun presiden semua rakyat Indonesia saat ini diberi hak untuk memilih. Mungkin saja, Indonesia meniru sistem politik Amerika. Namun dalam hal ini Amerika sendiri sudah sejak berabad- abad yang lalu menerapkan demokrasi dan jelas bahwa demokrasi di Amerika sudah tertata rapih dibanding Indonesia.
Tidak usah kita bandingkan antara pemilu Amerika dan Indonesia. Kita sudah banyak melihat pemilihan bupati dan gubernur di berbagai daerah di Indonesia, hampir semuanya diwarnai kericuhan karena tidak terima calon bupati atau gubernurnya kalah dalam pemilu, para massa yang mendukung pasti akan mengadakan demonstasi, bahkan seringkali merusak kantor yang menangani perhitungan suara pemilu. Hal ini tidak akan terjadi apabila dalam pemilihan bupati atau gubernur diwakilkan oleh wakil rakyat saja (DPD dan DPRD,DPR jika pemilihan presiden)
Tidak hanya pemilu saat ini saja yang telah jauh dari pancasila. UUD 1945 yang diamandemen dengan seenaknya dan sudah berjalan beberapa kalipun termasuk dalam penyimpangan Pancasila.
Bagaimana negara ini akan maju, jika dasar negara yang telah dibuat oleh para pendiri negara kita tidak kita hiraukan lagi.

demokrasi indonesia


 
Pengertian Demokrasi di Indonesia
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” (Pasal 1 ayat 2).

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan Undang-Undang” (Pasal 28).


Kutipan pasal-pasal dan ayat-ayat Undang-Undang dasar 1945 di atas merupakan definisi normatif dari demokrasi. Tetapi apa yang normatif belum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan politik sehari-hari suatu negara. Oleh karena itu sangat perlu melihat makna demokrasi secara empirik, yakni demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis.

Kalangan ilmuwan politik telah merumuskan definisi demokrasi secara empirik dengan menggunakan sejumlah indikator tertentu.  Deliar (dalam Mahfud MD, 2000:19) menganggap demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, oleh karena kebijakan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Pemahaman demokrasi dalam konteks seperti ini mengizinkan kita untuk mengamati: apakah dalam suatu sistem politik pemerintah memberikan ruang gerak yang cukup bagi warga masyarakatnya untuk melakukan partisipasi guna memformulasikan preferensi politik mereka melalui organisasi politik yang ada (Gaffar, 2004:5).

Demokrasi  bisa dipahami sebagai suatu “polity”  di mana semua warga negara menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai hak yang sama di depan hukum, dan kebebasan untuk menjalankan agama yang dipeluknya (Sundaussen dalam  Murod, 1999:59).

Sementara Robert Dahl (dalam  Murod, 1999:60) berpendapat bahwa untuk mencapai demokrasi yang ideal, setidaknya harus terpenuhi lima hal. Pertama, dalam membuat keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat, hak istimewa setiap warga negara seharusnya diperhatikan secara seimbang dalam menentukan keputusan terakhir. Kedua, dalam seluruh proses pembuatan keputusan secara kolektif, maka setiap warga negara harus mempunyai kesempatan sama untuk menyatakan hak-hak politiknya. Ketiga, adanya pembeberan kebenaran. Di sini setiap warga negara harus mempunyai peluang yang sama melakukan penilaian yang logis demi mencapai hasil yang diinginkan.

Keempat, adanya kontrol terakhir terhadap agenda. Di sini masyarakat juga harus mempunyai kekuasaan eksekutif untuk menentukan mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses yang memenuhi tiga hal di atas. Ini untuk menghindari adanya keputusan-keputusan yang dibuat lewat cara-cara yang tidak demokratis. Kelima, pencakupan atas semua elemen masyarakat yang meliputi semua orang dewasa dalam kaitan dengan penegakan hukum.

Gaffar (2004:7-9) mengemukakan beberapa indikator apakah sebuah political order merupakan sistem yang demokratik atau tidak, yaitu : Pertama Akuntabilitas, dalam demokrasi setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupannya sehari-hari. Kedua rotasi kekuasaan, dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Ketiga rekruitmen politik yang terbuka,  untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekruitmen politik terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.

Keempat pemilihan Umum, dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Kelima menikmati hak-hak dasar, dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan beserikat (freedom of assembly), dan hak untuk menikmati pers yang bebas (freedom of the press).

Menurut Urofsky (2001:2-5), ada 11 prinsif yang telah dikenal dan diyakini sebagai kunci untuk memahami bagaimana demokrasi bertumbuh kembang, yaitu :
  1. Prinsif pemerintahan berdasarkan Konstitusi: proses pembuatan undang-undang harus dilakukan dengan aturan-aturan tertetu; harus ada cara yang telah disepakati untuk pembuatan dan pengubahan undang-undang, dan area-area tertentu yang disebut sebagai hak-hak individu yang tidak bisa disentuh oleh kehendak mayoritas. Konstitusi adalah sebuah produk hukum, namun pada saat yang bersamaan ia harus lebih sekedar hal itu. Ia adalah dokumen organik dari pemerintahan, yang mengatur kekuasaan dari pilar-pilar pemerintahan yang berbeda sekaligus acuan batasan kewenangan pemerintah.
  2. Pemilihan Umum yang Demokratis: sebagus apapun sebuah pemerintahan dirancang, ia tak bisa dianggap demokratis kecuali para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk semuanya.
  3. Federalisme, Pemerintahan Negara Bagian dan Lokal: sebuah negara federal mempunyai sebuah keunikan, dimana kekuasaan dan kewenangan dibagi dan dijalankan oleh pemerintahan lokal, negara bagian, dan nasional. Namun jika model ini tak cocok untuk sebuah negara, tetap ada pelajaran yang bisa dipetik. Semakin jauh suatu pemerintahan dari rakyatnya, maka ia semakin kurang efektif dan semakin kurang mendapat kepercayaan.
  4. Pembuatan Undang-undang : Kunci pembuatan hukum (undang-undang) yang demokratis tidak terletak pada tata cara atau bagaimana atau bahkan forum di mana peraturan itu dihasilkan, melainkan pada sifat keterbukaan prosesnya bagi penduduk dan perlunya pemahaman terhadap harapan rakyat. 
  5. Sistem peradilan yang independen : Pengadilan bisa menjadi sangat kuat dalam demokrasi, dan melalui banyak cara ia adalah tangan yang menafsirkan dan memberlakukan aturan-aturan yang ada di konstitusi.
  6. Kekuasaan lembaga kepresidenan : Semua masyarakat modern harus memiliki pimpinan eksekutif yang mampu memikul tanggung jawab pemerintahan, mulai dari administrasi sederhana sebuah program sampai menggerakkan angkatan bersenjata untuk membela negara semasa perang.
  7. Peran media yang bebas : Yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah media yang bebas surat kabar, jaringan radio dan televisi yang bisa menginvestigasi jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan.
  8. Peran kelompok-kelompok kepentingan : Pemerintah harus memperhatikan dan memberdayakan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat baik itu partai politik maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan guna menyampaikan kehendak dan tuntutan rakyat.
  9. Hak masyarakat untuk tahu : Dalam demokrasi, pemerintah seharusnya  bersikap terbuka, yang artinya gagasan dan keputusannya harus terbuka bagi pengujian publik secara seksama. Sudah barang tentu tidak semua langkah pemerintah harus dipublikasikan, namun rakyat punya hak untuk mengetahui bagaimana uang pajak  mereka dibelanjakan, apakah penegakan hukum efisien dan efektif, dan apakah wakil-wakil terpilih mereka bertindak secara bertanggungjawab.   
  10. Melindungi hak-hak minoritas : Jika ”demokrasi” diartikan sebagai kehendak mayoritas, maka salah satu masalah besar adalah bagaimana minoritas diperlakukan. Minoritas tidak diartikan sebagai orang-orang yang memilih lawan dari partai yang memenangkan pemilihan umum, melainkan pada mereka yang jelas-jelas berbeda dengan mayoritas karena alasan ras, agama, atau ke-etnisan. 
  11. Kontrol sipil atas militer : Dalam demokrasi, militer bukan hanya harus berada di bawah kontrol kewenangan sipil sepenuhnya, namun ia juga harus memiliki budaya yang menegaskan bahwa peran tentara adalah sebagai abdi dan bukannya penguasa masyarakat.

Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah politik Indonesia, kita setidaknya mengenal empat macam demokrasi, yaitu demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, demokrasi  parlementer (repsentatif democracy) , demokrasi terpimpin (guided democracy), dan demokrasi Pancasila (Pancasila democracy) (Gaffar, 2004:10).

a.    Demokrasi Liberal (pemerintahan masa revolusi kemerdekaan) (1945-1949)
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1949, ada beberapa hal yang fundemental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia periode ini, yaitu :
  1. Political franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga ketika kemerdekaan direbut, semua warga negara yang sudah dianggap dewasa memiliki  hak-hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
  2. Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlementer.
  3. Dengan  maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah politik kita.  


b.    Demokrasi parlementer
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode pemerintahan dalam masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia sebelum masa repormasi. Periode itu dapat disebut juga sebagai “Representative/Participatory Democracy”.

Masa Demokrasi Parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
  1. lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.  Perwujudan kekuasaan parlemen ini  diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatan.
  2. akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial.
  3. kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sangat besar untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem banyak partai (multy patry system). Ada hampir 40 partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
  4. sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada tahun 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
  5. masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak berkurang sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
  6. dalam masa pemerintahan parlemeter, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup, bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah.


c.    Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya Pemilihan Umum 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh. 

Demokrasi  terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi Terpimpin adalah :
  1. Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan  (karena Pemilihan Umum tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik menarik anatara Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia.
  2. Dengan terbentuk DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi semakin lemah. Sebab DPR-GR kemudian lebih merupakan instrumen politik Presiden Soekarno.
  3. Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
  4. Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Soekarno.
  5. Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.
 Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde baru.

Orde Baru memberikan pengharapan baru, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, pengganti presiden yang otoriter ternyata seorang otoriter juga.

Ada beberapa indikator demokrasi yang digunakan pada masa demokrasi yang berlabel pancasila ini, yaitu :
  1. Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali yang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/ walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
  2. Rekruitmen politik tertutup. Political recruitment merupakan proses pengisian jabatan politik dalam penyelewengan pemerintahan negara. Termasuk di dalamnya adalah jabatan eksekutif (Presiden disertai dengan para menteri kabinet), legislatif (MPR, DPR, DPRD, Tingkat I, DPRD Tingkat II), dan jabatan lembaga tinggi lainnya.
  3. Pemilihan Umum. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekwensi yang teratur, yaitu setiap lima tahun sekali. Tetapi, kalau kita mengamati kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia bisa disimpulkan amat jauh dari semangat demokrasi.  
  4. Basic human rights. Persoalan ini juga masih merupakan hal yang sangat rumit. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional seringkali menyoroti politik berkaitan erat dengan implementasi masalah hak-hak asasi manusia. Seperti masalah kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat.

tugas softkill


nama : safira mafaza
kelas : 2ea08
npm :16211545

tentang identitas nasional 

Pengertian Identitas Nasional
Istilah “ Identitas Nasional “ secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian ini maka setiap detik bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut terbentuk secara histories. Maka pada hakikatnya “ Identitas Nasional” suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
Istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitasi dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkahlaku individu. Oleh karena itu, menurut Ismaun (1981: 6 ) Kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain.
Berdasarkan uraian diatas , maka pengertian kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa, adalah keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai unsur yang membentuk bangsa tersebut.oleh karena itu pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak dapt dipisahkan dengan pengertian “ peoples character “, “ National character”, atau “ National Identity “. Oleh karena itu, identitas nasional suatu bangsa termasuk identitas nasional Indonesiajuga harus dipahami dalam konteks dinamis.
Bagi bangsa Indonesia dimensi dinamis identitas nasional bangsa Indonesia belum menunjukkan perkembangan kearah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia mengalami kemerdekaan 17 Agustus 1945, berbagai perkembangan ke arah kehidupan kebangsaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan dari segi identitas nasional.
Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959 bangsa Indonesia kembali ke UUD 1945. Pada saat itu dikenal periode orde lama dengan penekanan kepada kepemimpinan yang sifatnya sentralistik. Berkembangnya partai komunis pada periode ini dipandang sebagai keagalan pemerintah untuk mempertahankan Pancasila ideologi dan dasar negara kesatuan Republik Indonesia yang berakibat jatuhnya kekuasaan orde lama.
Kekeliruan orde baru pada akhirnya mengakibatkan terjadinya krisis diberbagai bidang kehidupan. Sudah banyak memang yang dilakukan pemerintah negara Indonesia dalam melakukan reformasi, baik dibidang politik, hukum, ekonomi, militer, pendidikan serta bidang-bidang lainnya. Namun demikian, sebagai bangsa yang kuat dari seluruh elemen masyarakat.
   Faktor-faktor pendukung kelahiran identitas nasional
Identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Sedikitnya ada 2 faktor yang mendukung kelahiran identitas suatu bangsa, yaitu faktor objektif dan subjektif. Bagi bangsa Indonesia faktor objektif mendukung kelahiran identitas nasional meliputi faktor geografis-ekologis dan demokratis. Sedangkan faktor subjektif adalah faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castells dalam bukunya, The power of Identity ( Suryo, 2002) mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor pnting, yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif. Kesatuan tersebut tidak menghilangkan keberanekaan, dan hal inilah yang dikenal dengan bhineka tunggal ika. Faktor kedua, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan negara.
Faktor ketiga, mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Fakta keempat, meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia pada dasarnya melekat erat dengn perjuangan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat unsur-unsur sosial, agama, ekonomi, budaya, geografis yang berkaitan dan terbentuk melalui suattu proses yang cukup panjang ( Kaelan dan Zubaidi, 2007 : 50-51 )
    Unsur-unsur Pembentuk Indentitas Nasional
a)      Sejarah
Sebelum menjadi Negara yang modern Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang pada masa kerajaan Majapahit dan sriwijaya. Pada dua kerajaan tersebut telah membekas pada semangat perjuangan bangsa Indonesia pada abat-abat berikutnya.
b)      Kebudayaan
Aspek kebuayaan yang menjadi unsur pembentuk indentitas nasional meliputi: akal budi, peradaban, dan pengetahuan. Misalnya sikap ramah dan santun bangsa Indonesia.
c)      Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan indentitas lain bangsa Indonesia. tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan yang bersfat alamiah tersebut, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan hal lain yang harus dikembangkan dan di budayakan.
d)     Agama
Keanekaragaman agama merupakan indentitas lain dari kemajemukan dengan kata lain, agama dan keyakinan Indonesia tidak hanya dijamin oleh konstitusi Negara, tetapi juga merupakan suatu Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang harus tetap dipelihara dan disyukuri bangsa Indonesia. Menyukuri nikmat kemajemukan pemberian Allah dapat dilakukan dengan, salah satunya, sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi suatu agama, baik mayoritas maupun minoritas, atau kelompok lainnya.
e)      Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut indentitas nasional Indonesia. Sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia (bahasa yang digunakan bangsa melayu) sebagai bahasa penghubung (lingua franca) peristiwa sumpah pemuda tahun 1982, yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia.
f)       Kasta dan Kelas
Kasta adalah pembagian social atas dasar agama. Dalam agama hindu para penganutnya dikelompokkan kedalam beberapa kasta.kasta yang tertinggi adalah kasta Brahmana (kelompok rohaniaan) dan kasta yang terendah adalah kasta Sudra (orang biasa atau masyarakat biasa).  Kasta yang rendah tidak bisa kawin dengan kasta yang lebih tingi dan begitu juga sebaliknya. Kelas menurut Weber ialah suatu kelompok orang-orang dalam situasi kelas yang sama, yaitu kesempatan untuk memperoleh barang-barang dan untuk dapat menentukan sendiri keadaan kehidupan ekstern dan nasib pribadi. Kekuasaan dan milik merupakan komponen-komponen terpenting: berkat kekuasaan, mka milik mengakibatkan monopolisasi dan kesempatan-kesempatan.
  Karakteristik identitas nasional
Pada hakikatnya Identitas Nasional, meupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu nation ( bangsa ) dengan ciri-ciri khas tertentu yang membuat bangsa bersangkutan berbeda dengan bangsa lain. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa Identitas Nasional Indonesia adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam arti luas.
Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai identitas nasional tadi bukanlah barang jadi yang sudah selesai “mandheg” dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang “ terbuka”-cenderung terus-menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dicita-citakan bangsa Indonesia.
Perkembangan Iptek dan arus globalisasi yang membuat masyarakat Indonesia harus berhadapan dengan kebudayaan berbagai bangsa di dunia, sudah sepantasnya menyadarkan kita semua, bahwa pelestarian berbagai bangsa di dunia, sudah sepantasnya menyadarkan kita semua, bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan identitas kita semua. Dalam upaya pengembangan identitas nasional, pelestarian budaya tidak berarti menutup diri terhadap segala bentuk pengaruh kebudayaan bangsa Indonesia.
Sebagai komitmen konstitusional yang dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam pembukaan, khususnya dalam pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu : “ kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia.
Kesadaran pentingnya mengembangkan dan memperkaya kebudayaan bangsa dengan keterbukaan menerima kebudayaan asing yang bernilai positif semakin tegas diamanatkan dalam pasal 32 UUD 1945 yang diamandemen :
1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional

  Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan kepada negara dan bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial. Nasionalisme dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik/kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation) dengan demikian bangsa (nation) merupakan suatu badan (wadah) yang didalamnya terhimpun orang-orang yang memiliki persamaan keyakinan dan persamaan lain yang mereka miliki seperti : ras, etnis, agama, bahasa dan budaya. Dari unsur persamaan tersebut semuanya dapat dijadikan sebagai identitas politik bersama untuk menentukan tujuan bersama. Tujuan ini direalisasikan dalam bentuk sebuah entitas organisasi politik yang dibangun berdasarkan geopolitik yang terdiri atas : populasi, geografis, dan pemerintahan yang permanen yang disebut negara (state). Menurut Dean A. Mix dan Sandra M. Hawley, nation-state merupakan sebuah bangsa yang memiliki bangunan politik seperti ketentuan-ketentuan perbatasan teritorial pemerintah sah, pengakuan bangsa lain dan sebagainya. Menurut Koerniatmante Soetoprawiro secara hukum peraturan tentang kewarganegaraan merupakan suatu konsekuensi langsung dari perkembangan nasionalisme.
   Latar belakang lahirnya nasionalisme Indonesia
Tumbuhnya paham nasionalisme bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari situasi politik pada abad ke 20. Pada masa itu semangat menentang kolonialisme Belanda mulai muncul di kalangan pribumi. Ada 3 pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke Islaman, marxisme dan nasionalisme Indonsia.
Para analis nasionalis beranggapan bahwa Islam memegang peranan penting dalam pembentukan nasionalisme sebagaimana di Indonesia. Menurut seorang pengamat nasionalisme George Mc. Turman Kahin, bahwa Islam bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan melainkan juga merupakan simbol persamaan nasib menetang penjajahan asing dan penindasan yang berasal dari agama lain. Ikatan universal Islam pada masa perjuangan pertama kali di Indonesia dalam aksi kolektif di pelopori oleh gerakan politik yang dilakukan oleh Syarikat Islam yang berdiri pada awalnya bernama Syarikat Dagang Islam dibawah kepemimpinan H.O.S.Tjokoroaminoto, H.Agus Salim dan Abdoel Moeis telah menjadi organisasi politik pemula yang menjalankan program politik nasional dengan mendapat dukungan dari semua lapisan masyarakat.
   Faktor-Faktor Nasionalisme Indonesia
        Faktor dari dalam (internal)
  • Kenangan kejayaan masa lampau
Bangsa-bangsa Asia dan Afrika sudah pernah mengalami masa kejayaan sebelum masuk dan berkembangnya imperialisme dan kolonialisme barat. Bangsa IndiaIndonesiaMesir, dan Persiapernah mengalami masa kejayaan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kejayaan masa lampau mendorong semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan. Bagi Indonesia kenangan kejayaan masa lampau tampak dengan adanya kenangan akan kejayaan pada masa kerajaanMajapahit dan Sriwijaya. Dimana pada masa Majapahit, mereka mampu menguasai daerah seluruhNusantara, sedangkan masa Sriwijaya mampu berkuasa di lautan karena maritimnya yang kuat.
  • Perasaan senasib dan sepenanggungan akibat penderitaan dan kesengsaraan masa penjajahan
Penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Asia, Afrika mengakibatkan mereka hidup miskin dan menderita sehingga mereka ingin menentang imperialisme barat.
  • Munculnya golongan cendekiawan
Perkembangan pendidikan menyebabkan munculnya golongan cendekiawan baik hasil dari pendidikan barat maupun pendidikan Indonesia sendiri. Mereka menjadi penggerak dan pemimpin munculnya organisasi pergerakan nasional Indonesia yang selanjutnya berjuang untuk melawan penjajahan.
  • Paham nasionalis yang berkembang dalam bidang politik, sosial ekonomi, dan kebudayaan
1.     Dalam bidang politik, tampak dengan upaya gerakan nasionalis menyuarakan aspirasi masyarakat pribumi yang telah hidup dalam penindasan dan penyelewengan hak asasi manusia. Mereka ingin menghancurkan kekuasaan asing/kolonial dari Indonesia.
2.     Dalam bidang ekonomi, tampak dengan adanya usaha penghapusan eksploitasi ekonomi asing. Tujuannya untuk membentuk masyarakat yang bebas dari kesengsaraan dan kemelaratan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia.
3.     Dalam bidang budaya, tampak dengan upaya untuk melindungi, memperbaiki dan mengembalikan budaya bangsa Indonesia yang hampir punah karena masuknya budaya asing di Indonesia. Para nasionalis berusaha untuk memperhatikan dan menjaga serta menumbuhkan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
 Faktor dari luar (eksternal)
  • Kemenangan Jepang atas Rusia (1905)
  • Perkembangan Nasionalisme di Berbagai Negara
1.     a.      Pergerakan Kebangsaan India
2.     b.      Gerakan Kebangsaan Filipina
3.     c.       Gerakan Nasionalis Rakyat Cina
4.     d.      Pergerakan Turki Muda (1908)
5.     e.       Pergerakan Nasionalisme Mesir
  • Munculnya Paham-paham baru
Munculnya paham-paham baru di luar negeri seperti nasionalismeliberalismesosialismedemokrasidan pan islamisme juga menjadi dasar berkembangnya paham-paham yang serupa di Indonesia. Perkembangan paham-paham itu terlihat pada penggunaan ideologi-ideologi (paham) pada organisasi pergerakan nasional yang ada di Indonesia.
2.8  Perkembangan Nasionalisme di Indonesia
Sebagai upaya menumbuhkan rasa nasionalisme di Indonesia diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” untuk menyebut negara kita ini. Dimana selanjutnya istilah Indonesia dipandang sebagai identitas nasional, lambang perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan. Kata yang mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia mulai digunakan sejak :
1.     J.R. Logan menggunakan istilah Indonesia untuk menyebut penduduk dan kepulauan nusantara dalam tulisannya pada tahun 1850.
2.     Earl G. Windsor dalam tulisannya di media milik J.R. Logan tahun 1850 menyebut penduduk nusantara dengan Indonesia.
3.     Serta tokoh-tokoh yang mempopulerkan istilah Indonesia di dunia internasional.
4.     Istilah Indonesia dijadikan pula nama organisasi mahasiswa di negara Belanda yang awalnya bernama Indische Vereninging menjadi Perhimpunan Indonesia.
5.     Nama majalah Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka
6.     Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda kata Indonesia dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang di luar wilayah Indonesia.
7.     Kata Indonesia dikukuhkan kembali dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

  Karakteristik nasionalisme Indonesia
Paham Nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemedekaan dari cengkraman kolonial . Semangat Nasionnalisme dipakai sebagai metode perlawanan, sebagaimana yang disampaikan oleh Larry Diamond dan Marc F Platner bahwa para penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas menggunakan pretorika anti kolonialisme dan anti imperialisme . Dengan demikian , bangsa merupakan suatu wadah yang didalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persamaan keyakinan yang mereka miliki . unsur persamaan itu dijadikan identitas politik berdasarkan geopolitik dan pemerintahan permanen (negara).
Negara merupakan bangsa yang memiliki bangunan politik . Menurut penganutnya paham nasionalisme yang disampaikan oleh Soekarno bukanlah nasionalisme yang berwatak sempit (chauvinisme) melainkan bersifat toleran dan tidak memaksa.

Identitas nasional Indonesia
dentitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.Jadi, Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. dentitas Nasional Indonesia meliputi segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Moto nasional Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal” atau “kesatuan dalam keragaman”. Hal ini diciptakan oleh para pemimpin Republik yang baru diproklamasikan pada tahun 1945 dan tantangan politik adalah sebagai benar mencerminkan hari ini seperti yang lebih dari 50 tahun yang lalu. Karena meskipun setengah abad menjadi bagian dari Indonesia yang merdeka telah menimbulkan perasaan yang kuat tentang identitas nasional di lebih dari 13.000 pulau-pulau yang membentuk kepulauan, banyak kekuatan lain yang masih menarik negara terpisah. Deklarasi kemerdekaan mengikuti proses yang lambat penjajahan Belanda yang dimulai pada abad ke-17 dengan penciptaan VOC Belanda.
Saat itu rempah-rempah yang menarik para pedagang Eropa untuk koleksi pulau-pulau kecil di tempat yang sekarang Eastern Indonesia. Belanda memonopoli perdagangan dan dari sana memperluas pengaruh mereka – terutama melalui pemerintahan tidak langsung – di koleksi kesultanan dan kerajaan yang independen yang membentuk daerah itu. Kesatuan politik di bawah Belanda hanya dicapai pada awal abad ini, meninggalkan identitas regional yang kuat utuh.
Menghadapi identitas nasional
Bangsa Indonesia sendiri masih kesulitan dalam menghadapi masalah bagaimana untuk menyatukan negara yang mempunyai lebih dari 250 kelompok etnis, yang memiliki pengalaman dari Belanda bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Sukarno, yang menjadi presiden pertama dari Republik, adalah seorang nasionalis tertinggi. Dialah yang menciptakan ideologi nasional Indonesia Pancasila dirancang untuk mempromosikan toleransi di antara berbagai agama dan kelompok-kelompok ideologis. Penyebaran bahasa nasional – Bahasa Indonesia – juga membantu menyatukan multi-bahasa penduduk.